JEJAKINFORMASIJABAR.ID.GARUT- Sebuah kabupaten yang kaya dengan sejarah, alam, dan budaya, kini tengah bersiap-siap menghadapi Lomba Desa Tingkat Nasional. Tapi di balik semangat kompetisi yang menggema di sudut-sudut desa, ada bayangan gelap yang tak bisa diabaikan—jurnalisme yang terpinggirkan, selasa 20 agustus 2024.
Di tengah gegap gempita persiapan lomba desa, yang diselenggarakan Di kantor Desa rancasalak kecamatan kadungora seorang jurnalis yang disebut "pahlawan informasi", justru diperlakukan seperti hantu. Ketika berusaha meminta wawancara dengan salah satu kepala desa, yang saya dapatkan bukanlah sambutan hangat atau cerita heroik tentang desa mereka, tetapi penolakan dingin yang menusuk tulang. Wawancara? Liputan? Seakan-akan jurnalisme adalah virus yang harus dijauhi.
Bayangkan ini: sebuah lomba yang diadakan untuk mempromosikan kemajuan desa, di mana informasi seharusnya menjadi nyawa, malah dibungkam oleh rasa takut atau mungkin kesombongan. Salah satu kepala desa dengan tegas menolak untuk berbicara dengan alasan yang absurd, karna cape atau bagaimana ,jurnalis juga cape jika alasanya seperti itu bukan kah kita sedang melaksanakan tugas negara ,Bukankah seharusnya kegiatan itu dibagikan kepada seluruh rakyat? Bukankah cerita tentang perjuangan mereka seharusnya diketahui semua orang?
Inilah realitas yang dihadapi: jurnalisme dianggap bukan bagian dari pilar negara. Seolah-olah kemerdekaan yang diperjuangkan dengan darah dan air mata hanya berlaku bagi mereka yang memegang kendali, sementara kami yang menyuarakan kebenaran harus berjuang melawan tembok-tembok tak terlihat yang dibangun oleh birokrasi dan ketakutan akan kritik.
Lomba desa yang seharusnya menjadi perayaan keterbukaan, malah berubah menjadi panggung teater dengan aktor-aktor yang tak mau keluar dari peran yang sudah mereka pilih sendiri. Dan kami, para jurnalis, hanya bisa mengamati dari balik tirai, diabaikan dan diremehkan, seperti bayangan yang tak pernah ada.
Inilah kemerdekaan yang kita rayakan? Sebuah kemerdekaan yang membungkam suara-suara yang ingin berbicara? Di mana pahlawan informasi yang dibanggakan itu? Mereka ada, tetapi di tempat yang tak pernah terlihat, terpinggirkan di tepi jalan, menunggu kesempatan yang tak pernah datang.
Sebagaimana dalam Undang-Undang Pers yang mengatur hak dan perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugasnya adalah **Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers**. Beberapa pasal penting yang berkaitan dengan upaya penghalangan tugas jurnalis di antaranya:
1. **Pasal 4 Ayat 1**:
"Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara."
2. **Pasal 4 Ayat 2**:
"Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran."
3. **Pasal 4 Ayat 3**:
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
4. **Pasal 4 Ayat 4**:
"Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak."
Selain itu, di dalam **Pasal 18 Ayat 1** disebutkan bahwa:
- "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Jadi, berdasarkan UU Pers, setiap tindakan yang sengaja dilakukan untuk menghalangi tugas jurnalis, termasuk menolak wawancara atau menutup akses informasi secara tidak sah, dapat dikenai sanksi pidana atau denda.
(AJI RAHMAT )
